Kebenaran Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Berdasarkan 9 Kriteria Heraclius
Tulisan ini merupakan tinjauan atas kebenaran Hazrat Mirza Ghulam Ahmad berdasarkan kriteria Heraclius dalam menentukan kebenaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam menjelaskan wahyu جری اللّٰه فيی حلل الانبياء Hazrat Masih Mau’ud as (Hazrat Mirza Ghulam Ahmad) menjelaskan:
“Wahyu Ilahi ini maknanya adalah hamba yang lemah ini telah dianugerahi suatu kondisi atau sifat khusus dari semua Nabi, mulai dari Nabi Adam dan seterusnya, yang telah diutus oleh Allah ke dunia ini, baik dari kalangan Bani Israil atau yang lainnya. Tidak ada seorang Nabi pun, yang karakteristik atau kondisinya seperti yang dianugerahkan kepada hamba yang rendah ini sampai tingkat tertentu. Sifatku memiliki jejak setiap para Nabi.” (Barahin Ahmadiyah Bagian V [Bahasa Inggris], hal. 144)
Demikian pula di tempat lain, Hazrat Masih Mau’ud as menulis:
“Allah ta’ala telah menjadikan saya manifestasi semua Nabi (alaihimus salam), dan menisbahkan nama-nama semua Nabi kepadaku…” (Haqiqatul Wahy [Bahasa Inggris], hal 101)
Kedua kutipan ini tidak diragukan lagi menunjukkan bahwa kebenaran klaim kenabian Hazrat Mirza Ghulam Ahmad harus diuji dengan metode yang sama seperti para nabi sebelumnya; artinya semua tanda, kondisi dan peristiwa yang dialami para nabi-nabi lain juga dialami oleh Hazrat Masih Mau’ud (as).
Dialog Heraclius dengan Abu Sufyan tentang Rasulullah saw
Di dalam Shahih Bukhari terdapat sebuah riwayat tentang dialog terkenal yang terjadi antara Abu Sufyan dan Heraclius, Raja Roma.
Untuk lebih menyebarkan pesan Islam, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam menulis surat kepada raja-raja dan para penguasa untuk mengundang mereka masuk Islam.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) menulis surat kepada Heraclius untuk mengajaknya masuk Islam. Beliau mengirim surat ini melaui Hazrat Dihya al-Qalbi (ra) dan memerintahkannya untuk menyerahkannya kepada Gubernur Busra untuk seterusnya diberikan kepada Heraclius. Dalam suratnya ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperkenalkan diri beliau sebagai ‘Muhammad, hamba dan Rasul Allah” (Misykatul Masabih, Hadits 3926)
Setelah membaca surat itu, Heraclius menyatakan bahwa jika ada orang yang mengetahui tentang Nabi Muhammad, maka mereka dapat dihadapkan kepadanya supaya ia dapat menyampaikan beberapa pertanyaan untuk menyimpulkan apakah klaimnya itu benar atau tidak.
Pada saat itu Abu Sufyan belum masuk Islam, Kebetulan Abu Sufyan berada di kota bersama kafila dagang Qurays. Ketika kelompok itu datang ke hadapan Heraclius, Heraclius memanggil penerjemahnya dan bertanya:
“Siapakah di antara kalian yang memiliki hubungan dekat dengan orang yang mengaku sebagai Nabi ini? (Sahih Bukhari, Kitab Badaal Wahyi, Hadits 7). Sebagai tanggapan, Abu Sufyan mengatakan bahwa di antara kelompoknya, dia adalah kerabat dekatnya. Heraclius memanggilnya ke depan dan menyuruh yang lain untuk berdiri di belakangnya. Heraclius menyatakan melalui penerjemahnya, bahwa ia ingin mengajukan beberapa pertanyaan tentang Nabi Muhammad dan menambahkan bahwa jika Abu Sufyan berbicara salah, maka para sahabatnya yang berdiri di belakang bisa memperbaikinya.
Diriwayatkan bahwa Abu Sufyan berkata,
‘Seandainya saya tidak takut pada para sahabat saya mencap saya sebagai pembohong, maka saya tidak akan mengatakan kebenaran tentang Nabi ini.” (Ibid)
Dalam dialog ini, Heraclius – yang merupakan seorang Ahli Kitab – yang mengetahui benar ciri dan sifat para Nabi dan Rasul dengan sangat baik, mengajukan 9 kriteria untuk menguji kebenaran klaim nabi Muhammad (saw).
Ia bertanya kepada Abu Sufyan apakah Nabi Muhammad memenuhi kriteria itu atau tidak. Ketika Abu Sufyan menjawab bahwa standar dan kriteria ini terdapat dalam diri Rasulullah (saw), Heraclius mengatakan bahwa ia pasti benar dalam kenabiannya.
Karena hadits ini telah dicatat oleh Imam Bukhari dalam kitabnya, jelas kriteria ini menunjukkan kebenaran seorang yang mendakwahkan kenabian.
Standar dan kriteria yang disebutkan oleh Heraclius akan disajikan di bawah ini dan dijadikan sebagai standar untuk membuktikan kebenaran pendakwahan Hazrat Masih Mau’ud (as) dari Qadian.
Kriteria Pertama Kebenaran Mirza Ghulam Ahmad
Kriteria pertama yang ditetapkan oleh Heraclius adalah, seperti dicatat dalam Sahih Bukhari adalah:
سَأَلْتُكَ عَنْ نَسَبِهِ، فَذَكَرْتَ أَنَّهُ فِيكُمْ ذُو نَسَبٍ، فَكَذَلِكَ الرُّسُلُ تُبْعَثُ فِي نَسَبِ قَوْمِهَا
‘Saya bertanya tentang nasab-nya dan engkau menjawab bahwa ia berasal dari keluarga yang terhormat. Maka demikianlah para utusan Allah, mereka berasal dari keluarga yang mulia di antara kaum mereka.” (Sahih Bukhari, Kitab Bada’a al Wahi, Hadits 7)
Kriteria pertama ini sangat gamblang dan mudah dipahami. Hazrat Masih Mau’ud lahir dari keluarga yang sangat dihormati di tempat beliau dibesarkan. Hazrat Masih Mau’ud (as) masih dari garis keturunan Mughal melalui cabang Barlas. Mughal merupakan salah keturunan yang paling terhormat di India. Dan kemudian dari antara keturunan Mughal, keturunan yang tertinggi adalah Barlas.
Hazrat Maulwi Abdul Rahim Dard (ra), dalam bukunya Life of Ahmad, menulis:
“Dia [Hazrat Ahmad as] adalah keturunan Haji Barlas, yang merupakan paman dari Amir Timur. Timur sendiri berasal dari suku terkenal Barlas yang telah hidup dan memerintah di Kish selama 200 tahun. Pada zaman kuno wilayah ini dikenal sebagai Sogdana yang beribukota di Samarkand. The Encyclopaedia Britannica mengatakan bahwa orang Sogdiana… adalah suku orang Iran. Kata ‘Samarkand’ sendiri berasal dari bahasa Iran. Kata ‘Barlas’ juga berasal dari bahasa Iran yang artinya ‘seorang pemberani yang memiliki keturunan mulia.’ Jadi, Hadhrat Masih Mau’ud as secara ras aslinya adalah orang Iran, meskipun beliau dan keluarganya dikenal sebagai Mughal di India.” (Life of Ahmad, hal. 8)
Kriteria Kedua
Kriteria kedua dinyatakan oleh Heraclius adalah:
وَسَأَلْتُكَ هَلْ قَالَ أَحَدٌ مِنْكُمْ هَذَا الْقَوْلَ فَذَكَرْتَ أَنْ لاَ، فَقُلْتُ لَوْ كَانَ أَحَدٌ قَالَ هَذَا الْقَوْلَ قَبْلَهُ لَقُلْتُ رَجُلٌ يَأْتَمُّ بِقَوْلٍ قِيلَ قَبْلَهُ
“Saya bertanya apakah dari antara kaum kalian ada yang mengklaim kenabian seperti itu? Jawabannya tidak. Jika jawabannya iya, saya akan berpikir bahwa orang ini mengikuti pengakuan orang sebelum beliau.” (Sahih Bukhari, Kitab Bad’a al-Wahi, hadits 7)
Mari kita periksa klaim Masih Mau’ud berdasarkan kriteria ini. Di masa sebelum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad tidak ada satupun yang pernah mengaku sebagai Almasih dan Mahdi; Jika ada, maka para penentang dapat mengatakan bahwa ‘ia mengikuti orang itu”.
Jangankan mengaku, klaim seperti ini mungkin tidak akan terlintas dalam pikiran siapapun, karena umat Islam meyakini bahwa sosok Almasih yang akan datang itu adalah Nabi Isa, Nabi yang diutus untuk Bani Israil.
Kriteria Ketiga
Kriteria ketiga yang ditanyakan oleh Heraclius adalah:
وَسَأَلْتُكَ هَلْ كَانَ مِنْ آبَائِهِ مِنْ مَلِكٍ فَذَكَرْتَ أَنْ لاَ، قُلْتُ فَلَوْ كَانَ مِنْ آبَائِهِ مِنْ مَلِكٍ قُلْتُ رَجُلٌ يَطْلُبُ مُلْكَ أَبِيهِ
“Kemudian saya bertanya, apakah salah satu leluhurnya adalah seorang raja. Jawabannya kalian adalah tidak. Jika jawabannya iya, maka bisa jadi ia ingin menegakkan kembali kerajaan leluhurnya. (Sahih Bukhari, Kitab Bad’a al-Wahi, hadits 7)
Sekali lagi, kriteria ini juga dapat diterapkan pada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as). Leluhur Hazrat Masih Mau’ud (as) bukanlah raja; melainkan hanyalah rakyat biasa yang setia pada penguasa mereka. Terutama ayah beliau, Hazrat Mirza Ghulam Murtaza, sangat setia dan tulus pada pemerintah saat itu. Mirza Ghulam Murtaza adalah seorang tabib terkenal.
Kriteria Keempat
Kriteria keempat yang dijelaskan oleh Heraclius:
وَسَأَلْتُكَ هَلْ كُنْتُمْ تَتَّهِمُونَهُ بِالْكَذِبِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ مَا قَالَ فَذَكَرْتَ أَنْ لاَ، فَقَدْ أَعْرِفُ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ لِيَذَرَ الْكَذِبَ عَلَى النَّاسِ وَيَكْذِبَ عَلَى اللَّهِ
“Saya lebih lanjut bertanya apakah dia pernah dituduh berbohong sebelum ia mengumumkan pendakwahannya, dan jawabanmu tidak pernah. Maka saya bertanya-tanya bagaimana seseorang yang tidak pernah berbohong pada manusia dapat berbohong tentang Allah.” (Ibid)
Sekarang perhatikanlah pendakwahan Masih Mau’ud (as) berdasarkan standar ini. Sebelum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as) mengaku sebagai Almasih dan Mahdi, apakah ada yang menganggapnya berbicara bohong? Tidak ada sama sekali! Kita mendapati hal sebaliknya. Banyak kesaksian dari umat Hindu, Arya, Sikh dan umat Islam di Qadian yang mengakui bahwa Hazrat Ahmad (as) tidak pernah berbohong walaupun dalam kondisi yang sulit sekalipun.
Baik ketika beliau berada di Sialkot, tempat dimana beliau menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk bekerja, atau selama menghadapi kasus hukum diajukan kepadanya, Hazrat Ahmad (as) dikenal karena kemurnian hatinya dan selalu berkata benar sekalipun itu merugikannya.
Bahkan Maulwi Muhammad Hussain Batalwi, yang merupakan penentang keras Hazrat Masih Mau’ud, telah menyatakan secara rinci kesalehan Hazrat Ahmad saat meninjau buku Barahin Ahmadiyah.
Maulwi Muhammad Hussain Batalwi memberikan kesaksian bahwa ia telah lama mengenal penulis Barahin-e-Ahmadiyya. Ia mengatakan bahwa Hazrat Ahmad merupakan pengikut yang teguh agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dan merupakan orang yang jujur.
Lebih lanjut ia mengatakan, “Sang penulis juga sangat gigih dalam menghidmati Islam, baik dengan uang, kehidupan, tulisan, pidato, dan amal-amal peribadi sehingga sangat sedikit di kalangan umat Islam yang dapat menyamainya.” (Ishaat-us-Sunnah, Vol. 7, hlm. 169-170)
Jadi, sebelum pendakwahan Masih Mau’ud, tidak ada Hindu, Arya, Sikh, Kristen ataupun Muslim yang pernah mengaitkan kehobongan apapun kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as). Sebaliknya, semua orang mengagumi akhlak dan tingkah laku beliau yang mulia dan umat Islam banyak yang meyakini beliau sebagai orang suci yang agung pada saat penerbitan buku beliau Barahin Ahmadiyah. Jadi, dari kriteria keempat ini, nyatalah kebenaran Masih Mau’ud dan pendakwahan beliau.
Kriteria Kelima Kebenaran Mirza Ghulam Ahmad
Kriteria kelima yang disajikan oleh Heraclius adalah:
وَسَأَلْتُكَ أَشْرَافُ النَّاسِ اتَّبَعُوهُ أَمْ ضُعَفَاؤُهُمْ فَذَكَرْتَ أَنَّ ضُعَفَاءَهُمُ اتَّبَعُوهُ، وَهُمْ أَتْبَاعُ الرُّسُلِ
“Saya kemudian bertanya kepadamu apakah yang mengikutinya adalah orang kaya atau orang-orang miskin. Engkau menjawab bahwa orang miskin yang mengikutinya. Sungguh, semua Rasul telah diikuti oleh orang-orang kelas ini.” (Sahih Bukhari, Kitab Bad’a al-Wahi, hadits 7)
Kriteria ini juga dapat membuktikan kesahihan dakwah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, karena yang menjadi pengikut-pengikut awal risalah beliau bukanlah orang-orang kaya; melainkan orang-orang lemah yang termasuk kelas bawah.
Di anak benua India, Sir Sayyid Ahmad Khan menjalankan tugas dan menghidmati bangsanya. Sontak, orang-orang terkenal dan berpengaruh bergabung dalam kelompoknya. Ia mulai menerima bantuan dari para kepala suku dan orang kaya. Orang-orang terpelajar ikut bekumpul di Aligarh untuk membantu. Namun, ketika Hazrat Ahmad (as) mengumumkan pendakwahannya, yang menerima beliau hanyalah orang-orang miskin. Orang-orang besar, kayak dan terkenal tidak mengindahkan dakwah beliau, begitu pula dengan raja-raja besar di negeri itu, tidak ada yang perhatian ke Qadian.
Di tahun-tahun awal Ahmadiyah, mayoritas pengikutnya adalah orang-orang sederhana yang rendah hati. Sumbangan atau candah untuk Ahmadiyah untuk menyebarkan dakwah Islam juga dikumpulkan dari orang-orang yang tidak memiliki penghasilan banyak. Tidak ada bantuan yang diterima dari para pemimpin manapun dan tidak ada negara yang mengeluarkan bantuan atau dana untuk Ahmadiyah.
Kriteria Keenam Kebenaran Mirza Ghulam Ahmad
Kriteria keenam yang disebutkan oleh Heraclius adalah:
وَسَأَلْتُكَ أَيَزِيدُونَ أَمْ يَنْقُصُونَ فَذَكَرْتَ أَنَّهُمْ يَزِيدُونَ، وَكَذَلِكَ أَمْرُ الإِيمَانِ حَتَّى يَتِمَّ
“Kemudian bertanya kepadamu, apakah pengikutnya bertambah atau berkurang. Engkau menjawab bahwa mereka bertambah, Demikianlah jalan iman yang benar, akan sempurna dalam segala hal.” (Ibid)
Kriteria ini juga merupakan bukti kebenaran Masih Mau’ud (as). Ketika Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as mengumumkan dakwahnya, semua orang menentang beliau; ulama-ulama saat itu mengeluarkan fatwa kafir terhadap beliau, editor-editor surat kabar juga menulis kolom yang menentang beliau.
Para Ahmadi dianiaya dengan kejam. Gelombang penentangan terus meningkat dari satu negara ke negara lainnya. Tetapi, dengan pertolongan Allah, satu dua orang menerima panggilan zaman, lalu dalam waktu singkat jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan. Tidak ada yang bisa menghentikan misi Ilahi ini. Tidak ada penentang atau musuh yang berhasil dalam upaya mereka memadamkan cahaya Allah.
Setelah menyaksikan kemajuan ini, para penentang berpikir bahwa setelah wafatnya Hazrat Ahmad (as), Jemaat ini akan binasa; tetapi ketika Allah mendirikan sistem Khilafah Ahmadiyah, Jemaat semakin tumbuh dan berkembang dan terus menyebar dari desa kecil Qadian sampai ke segenap penjuru dunia. Fakta ini semakin memperkuat kriteria keenam Heraclius ini.
Kriteria Ketujuh
Kriteria ketujuh adalah:
وَسَأَلْتُكَ أَيَرْتَدُّ أَحَدٌ سَخْطَةً لِدِينِهِ بَعْدَ أَنْ يَدْخُلَ فِيهِ فَذَكَرْتَ أَنْ لاَ، وَكَذَلِكَ الإِيمَانُ حِينَ تُخَالِطُ بَشَاشَتُهُ الْقُلُوبَ
“Dan saya bertanya kepada engkau, apakah ada yang murtad dan tidak senang setelah ia memeluk agamanya. Jawaban engkau tidak. Demikianlah hal itu merupakan iman yang hakiki, ketika orang-orang menerima dengan suka cita.” (Ibid).
Ajaran Islam yang dihidupkan kembali oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as) memiliki dampak yang begitu mendalam bagi semua orang yang mendengar dan menerimanya. Mereka mempersembahkan hidup mereka untuk Hazrat Ahmad (as) dan tidak meninggalkan keyakinan mereka sekalipun mendapatkan penganiayaan yang berat. Mereka berbondong-bondong datang ke Qadian supaya dapat tinggal bersama Hazrat Ahmad (as) dan senantiasa menjadi Ahmadi yang setia sampai nafas terakhir mereka.
Pengaruh Ahmadiyah sedemikian rupa sehingga beberapa orang yang berpaling dari Jemaat tetap berpegang pada ajaran yang dihidupkan kembali oleh Hazrat Ahmad (as) dan tidak membuangnya karena mereka tahu di dalam lubuk hati mereka bahwa itu memang kebenaran.
Sebagai contoh, Mian Abdul Hakim Sahib Patialwi, beliau menerima Hazrat Ahmad (as) dan masuk ke dalam Ahmadiyah. Beliau menjadi Ahmadi selama 20 tahun, namun karena kemalangannya, ia berpaling dari jemaat. Jika kita melihat keyakinannya kemudian, jelas beliau tidak membuang atau meninggalkan agama dan keyakinannya. Meskipun ia menghindar dan menutup cahaya Ilahi dengan tangannya sendiri, ia tidak membuang keyakinannya.
Mian Abdul Hakim Sahib Patialwi sendiri menulis, yang juga dikutip dalam Haqiqatul Wahi oleh Hazrat Ahmad (as):
“Saya tidak memiliki keraguan tentangmu, saya masih percaya bahwa engkau adalah seperti Almasih, bahwa engkau adalah Almasih dan bahwa engkau adalah seperti para Nabi.” (Haqiqatul Wahi [Bahasa Inggris], hal. 229)
Hadhrat Masih Mau’ud telah menyampaikan doktrin kematian Almasih dari Nazaret kepada dunia dan menyatakan argumen yang meyakinkan bahwa Mian Abdul Hakim Sahib Patialwi tidak menyangkal kematian Isa meskipun berpaling dari Jemaat dan Hazrat Ahmad.
Kemudian hal lain yang diklarifikasi oleh Hadhrat Masih Mau’ud adalah bahwa Allah Ta’ala masih berbicara sebagaimana sebelumnya, dan wahyu Ilahi bukanlah perkara masa lalu. Mian Abdul Hakim Sahib Patialwi, meski telah berpaling dari Jemaat, tidak meninggalkan pandangan ini. Sebaliknya, ia terus menerbitkan wahyunya sendiri yang diklaimnya telah ia terima.
Hal lain yang diklarifikasi Hazrat Ahmad (as) adalah sifat-sifat ketuhanan yang dikaitkan kepada Nabi Isa, seperti membangkitkan orang mati secara fisik dan menciptakan sesuatu dari tanah. Hazrat Ahmad (as) menyangkal pandangan ini dan menyatakan bahwa Nabi Isa adalah seorang nabi Allah yang mulia. Mian Abdul Hakim Sahib Patialwi, meskipun meninggalkan Ahmadiyah, ia tidak meninggalkan keyakinan yang disampaikan oleh Hazrat Ahmad ini. Ia tetap berpegang pada keyakinan Hazrat Ahmad (as) dalam perkara ini.
Bahkan jika empat atau lima orang berpaling dari Jemaat danHazrat Mirza Ghulam Ahmad, hal itu bukanlah karena mereka tidak senang dan membuang ajaran Islam yang beliau hidupkan kembali. Kalaupun ada yang murtad hal itu tidak menunjukkan bahwa seorang pendakwah keliru dalam dakwahnya. Bahkan seorang juru tulis Nabi Muhammad (saw) sendiri ada yang murtad. Dan salah satu dari 12 murid Yesus dari Nazaret juga ada yang murtad.
Kriteria Kedelapan
Kriteria kedelapan yang disajikan oleh Heraclius adalah:
وَسَأَلْتُكَ هَلْ يَغْدِرُ فَذَكَرْتَ أَنْ لاَ، وَكَذَلِكَ الرُّسُلُ لاَ تَغْدِرُ
“Dan saya bertanya padamu apakah dia pernah mengkhianati seseorang. Anda menjawab tidak. Demikian para Rasul tidak pernah berkhianat.” (Sahih Bukhari, Kitab Bad’a al-Wahi, Hadits. 7)
Dari kriteria kedelapan ini, jika kita melihat secara mendalam biografi Hadhrat Masih Mau’ud as, seseorang tidak akan menemukan kejadian di mana Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as) dinyatakan bersalah atas pelanggaran kecil sekalipun. Beliau selalu menepati janji yang ia buat kepada sahabat-sahabatnya yang tulus bahkan janji yang ia buat kepada musuh beliau, dan tidak ada celah bagi orang lain untuk mengkritik amal beliau.
Kesaksian seorang Hindu tentang akhlak mulia Hazrat Ahmad as, telah terdokumentasi dalam The Review of Religions (edisi Januari & Februari 1922):
“Seluruh hidupnya sejak awal masa kanak-kanak hingga masa mudanya dan masa dewasanya adalah satu rangkaian perbuatan baik adan amal.”
Kriteria Kesembilan
Kriteria kesembilan, yang merupakan kriteria terakhir dari Heraclius adalah:
وَسَأَلْتُكَ بِمَا يَأْمُرُكُمْ، فَذَكَرْتَ أَنَّهُ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَعْبُدُوا اللَّهَ، وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَيَنْهَاكُمْ عَنْ عِبَادَةِ الأَوْثَانِ، وَيَأْمُرُكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ
“Lalu saya bertanya padamu apa yang dia perintahkan padamu. Engkau menjawab bahwa dia memerintahkan kalian untuk menyembah Allah dan dan tidak menyekutukan-Nya dan melarang kalian untuk menyembah berhala dan memerintahkan kalian untuk shalat, berbicara jujur dan menjadi suci.” (Sahih Bukhari, Kitab Bad’a al-Wahi, Hadits. 7)
Ketika Hazrat Ahmad as diutus sebagai utusan Allah, gagasan, persoalan dan ide-ide menyesatkan telah tertanam kuat di benak umat Islam sehingga seolah-olah gagasan palsu itu adalah ajaran Islam. Hazrat Ahmad (as) membantah gagasan ini, seperti keyakinan bahwa Nabi Isa hidup di langit.
Konsep ini sebenarnya membantu umat Kristen dalam menyebarkan ajaran mereka dan menaklukkan umat Islam, khususnya di British India. Hazrat Ahmad, dengan dalil yang kuat dan meyakinkan, mengalahkan dan menyangkal pandangan ini sehingga para uskup ragu untuk bersaing dengan Ahmadi biasa dalam perdebatan.
Hazrat Ahmad (as) telah membantah anggapan keliru tersebut yang tampaknya mengarah pada keyakinan bahwa Almasih Nazaret putra Maryam diberikan sifat-sifat yang khusus ditujukan pada Allah Ta’ala.
Muslim mulai percaya bahwa Almasih dari Nazaret dapat menciptakan dan membangkitkan orang mati. Umat Islam percaya, dengan melakukan hal ini Yesus masih hidup di surga. Jadi, sifat-sifat adikodrati dan sifat-sifat ketuhanan telah dikaitkan kepada Nabi Isa (as). Di era kegelapan ini tampak seakan politeisme telah diperkenalkan kembali pada umat Islam, tetapi Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as) menyelamatkan umat Islam dari kegelapan.
Hazrat Masih Mau’ud telah mencerahkan umat Islam tentang hakikat jihad. Beliau membantah anggapan palsu bahwa Imam Mahdi akan memaksa orang lain untuk menerima Islam dengan pedang. Hazrat Masih Mau’ud (as) melarang umat Islam dari semua takhayul dan anggapan keliru ini dan mendirikan sebuah Jemaat yang bebas dari kemusyrikan dan perbuatan jahat.
Syarat bai’at pertama, sebagaimana dinyatakan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as adalah: “Hingga masuk ke dalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik.” Syarat baiat lainnya adalah penekanan dalam menyembah Allah, berkata benar, mensucikan diri. Itulah ajaran-ajaran Islam yang dihidupkan kembali oleh Hazrat Masih Mau’ud (as). Hal ini membuktikan bahwa klaim Hazrat Masih Mau’ud adalah benar.
Tidaklah berlebihan untuk menyebutkan di sini bahwa Heraclius sangat yakin akan kriteria ini dan memahami apa yang disebutkan kitab suci tentang kedatangan seorang nabi, yaitu Nabi Muhammad (saw) yang mana pada saat itu ia mengatakan:
“Jika apa yang engkau katakan itu benar, ia akan segera menempati tempat di bawah kaki saya ini, dan saya tahu [dari kitab suci] bahwa ia akan muncul tetapi saya tidak tahu bahwa ia akan berasal dari antara kalian, dan jika saya bisa menjumpainya, saya pasti akan segera pergi menemuinya dan jika saya bersamanya, saya pasti akan membasuhkakinya.” (Sahih Bukari, Kitab Bada’al-Wahi, hadits. 7)
Jika Heraclius, raja dan penguasa kerajaan besar itu yakin akan kebenaran Rasulullah (saw) berdasarkan prinsip dan kriteria ini, maka kebenaran Masih Mau’ud yang menghidupkan kembali Islam, juga dapat dibuktikan melalui sembilan kriteria yang disebutkan oleh Heraclius ini.
Sumber: Alhakam.org
Average Rating