Read Time:7 Minute, 15 Second
Ilustrasi (outlookofafghanistan)
Oleh: Mln. Muhammad Hasyim
Seorang manusia dikenal dengan berbagai cara. Dari sekian banyak cara dua di antaranya yang paling penting adalah, yang pertama dikenal dari pembicaraannya dan yang kedua dikenal dari amalannya. Namun, seorang mubaligh dan da’i ilallah yang sukses adalah yang dikenal di masyarakat karena kedua hal tadi.
Pada umumnya kita melihat di masyarakat bahwa sebagian orang memiliki kepandaian berbicara. Mereka memiliki kemahiran dalam seni berbicara, yang dengan itu mereka mendapatkan pengakuan di masyarakat. Sedangkan tipe orang yang kedua adalah mereka yang sedikit berbicara, tetapi mereka dikenal di masyarakat karena karakter, amalan dan akhlak mereka. Orang-orang seperti ini menjadi lukisan bisu dari amalan yang membuat orang-orang tertarik kepada mereka. Orang yang seperti ini memiliki kedudukan lebih tinggi dari yang pertama.
Namun, ada satu karakter dan kedudukan yang lebih tinggi dari keduanya, dan mereka itu adalah yang menjadikan amalan mereka sesuai dengan perkataan mereka. Mereka ini adalah yang paling dicintai Allah swt. Mereka ini di antaranya adalah para nabi, mujadid, khalifah, wali dan orang-orang saleh yang mana sebelum mereka menasihati orang lain, terlebih dahulu mereka mengintrospeksi diri mereka dan menganggap diri mereka sendiri lah objek pertama dari nasihat tersebut, lalu mereka naik ke mimbar untuk memberikan nasihat yang menyentuh hati.
Satu kisah masyhur yang kita dengar ketika kecil bahwa ada seorang wanita membawa anaknya ke seorang orang suci. Wanita itu meminta kepada orang suci tersebut, “Nasihatilah anak saya supaya tidak terlalu banyak makan yang manis-manis (anak itu terlalu banyak makan manisan)”. Orang suci itu mengatakan kepada wanita tadi, “Ibu! Bawalah lagi anak ini besok”. Pada hari itu wanita tersebut membawa kembali anaknya pulang dan keesokan harinya ia bersama anaknya kembali datang ke hadapan orang suci tadi dan menyampaikan kembali maksud dan tujuannya.
Orang suci itu dengan penuh kasih sayang mengatakan, “Nak! Janganlah terlalu banyak makan manisan.” Lalu ia meminta wanita tadi untuk membawa kembali anaknya pulang. Wanita tersebut merasa amat kesal, “Kalau hanya kalimat ini yang akan disampaikan kepada sang anak, mengapa tidak dari kemarin saja disampaikan supaya saya tidak perlu repot bolak-balik.”
Orang suci itu lalu mengatakan kepada wanita tadi, “Ibu! Saya sendiri sangat menyukai manisan. Kemarin sebelum Anda datang ke sini saya baru saja memakan manisan, oleh karena itu lah saya tidak memberikan nasihat kepada anak ibu. Demi memberikan nasihat kepada anak ibu, pada hari ini saya menahan diri saya untuk tidak memakan manisan, supaya nasihat saya bisa berkesan.”
Inilah mengapa ada peribahasa mengatakan, practice makes a man perfect. Yakni, jika ada kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, maka manusia akan menjadi sempurna. Ketika dari sisi karakter ini manusia mengalami peningkatan, kedudukannya di masyarakat pun akan meningkat. Dikatakan bahwa dengan banyaknya ilmu dan skill tidaklah membuat seorang manusia menjadi besar. Sumber kebesarannya sebenarmya adalah kesucian amal perbuatannya.
Sebuah syair dalam bahasa Urdu mengatakan:
بے عمل کو دنیا میں راحتیں نہیں ملتیں
دوستو! دعاؤں سے جنتیں نہیں ملتیں
Orang yang tidak beramal tidak akan mendapatkan ketenangan di dunia ini
Hai kawan! Surga tidaklah di dapat hanya dengan doa-doa (melainkan diperlukan juga amalan)
Tema ini memiliki banyak segi dan aspek. Sebagai seorang Mubaligh dan seorang penulis, topik ini dapat disoroti dari sisi ketika kita menyampaikan ceramah atau khutbah, maka pendengar dan hadirin akan mencocokkan perkataan kita dengan diri kita, mereka akan menilai dan mengukur ceramah itu dengan amalan kita.
Dan ketika seseorang dalam kesendiriannya membaca tulisan atau artikel kita, maka seiring dengan menyatakan rasa suka atau tidak sukanya terhadap tulisan kita, ia pun akan membayangkan sosok kita sebagai penulisnya, berharap bisa bertemu supaya mendapatkan gambaran isi tulisan tersebut dalam sosok karakter nyata, karena terkadang beberapa penceramah atau penulis tidak bisa memanifestasikan apa yang ia sampaikan itu dalam karakter dirinya.
Seorang penceramah dan penulis yang baik adalah, yang berhasil mengkombinasikan keindahan lisan dan tulisannya dengan keindahan akhlak dan karakternya. Hadhrat Maulana Al-Haj Hakim Nuruddin bersabda:
میں قوّال کی نسبت فعّال کو پسند کرتا ہوں
Saya lebih menyukai perbuatan dibandingkan perkataan. (Al-Hakam, 17 Januari 1904)
Cobalah Anda menelaah Al-Qur’an. Anda akan menemukan bersama kata اٰمَنُوْا (aamanuu) selalu disertai dengan kata عَمِلُوالصّٰلِحٰتُ (‘amilush shoolihaat), karena keimanan itu dilihat dari amalan. Oleh karena itulah dikatakan bahwa amal adalah perhiasan dari iman. Sebagaimana seseorang untuk dapat terlihat tampan mengenakkan pakaian yang bagus, demikian juga dalam konteks rohani ketampanan atau kecantikan adalah dilihat dari sisi amalan-amalan salehnya.
Dalam hadits dikatakan bahwa manusia memiliki tiga teman:
1. Properti/harta kekayaan
2. Teman dan Kerabat
3. Amal perbuatan
Dan pada saat kematian seseorang ketiganya hadir untuk menyatakan peranannya masing-masing. Harta kekayaan akan mengatakan kepada tuannya bahwa, “Aku telah menyertaimu di dunia ini dan telah begitu banyak memberikan manfaat kepadamu. Mulai sekarang, untuk kedepannya aku tidak bisa memberikan manfaat kepadamu lagi. Setelah mengatakan lakum diinukum waliya diin harta kekayaan lalu pergi dan berpisah.
Kemudian kawan dan kerabatnya hadir pada saat kewafatan, lalu setelah pemakaman mereka mengatakan bahwa, “Kewajibanku telah selesai hingga mengantar ke pemakaman, sekarang tinggal urusanmu dengan Tuhan-Mu dan dalam hal ini tidak ada yang bisa aku lakukan.”
Sekarang yang ketiga, yang merupakan teman sejati hadir di hadapannya dan mengatakan, “Wahai kawanku tercinta! Aku adalah milikmu dan selamanya akan menjadi milikmu. Aku menyertaimu di dunia ini dan dalam kehidupan akhirat pun aku akan menyertaimu. Jika amalanmu baik maka aku akan membawamu ke surga dan jika amalanmu buruk di dunia ini, maka aku akan mengirimkanmu ke neraka. Dan teman sejati ini adalah amalan manusia.”
Mengenai inilah seorang penyair mengatakan:
عمل سے زندگی بنتی ہے جنت بھی جہنم بھی
Dengan amal perbuatanlah kehidupan ini dibentuk, baik itu kehidupan surga maupun neraka.
Hadhrat Rasulullah saw. bersabda:
Seorang mukmin yang membaca Al-Qur’an dan ia mengamalkannya, seperti buah jeruk, rasanya manis, aromanya pun wangi. Dan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an, namun ia mengamalkannya, ia seperti kurma yang rasanya enak namun tidak mengeluarkan aroma. (Shahih Bukhari, Kitaab Fazaailul Qur’an)
Ini adalah suatu topik penting yang setiap orang menyampaikannya dengam beragam cara. Seperti seseorang mengatakan, education is not only education but formation. Yakni, pendidikan itu tidaklah hanya mendapatkan pengajaran, melainkan pembentukan karakter dan pengaplikasian pendidikan tersebut pada dirinya.
Hari ini di dunia ini kita melihat lembaga-lembaga pendidikan justru malah menjadi penyebab kerusakan akhlak. Di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim mereka begitu menuntut penerapan syariat Islam. Namun, amalan mereka jauh dari ajaran Islam dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak islami.
Mereka mencari daging atau barang-barang yang halal dengan uang dari hasil nafkah yang haram. Mereka menempuh segala cara yang haram untuk mencari nafkah, namun ketika pergi ke supermarket dengan telatennya membaca ingredients dari produk-produk yang ingin mereka beli. Orang yang mulia adalah yang menghiasi perkataan mereka dengan amalan nyata.
Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. bersabda:
“Ingatlah! Jemaat kita tidaklah bertujuan untuk menjalani hidup sebagaimana orang-orang duniawi. Hanya lisannya belaka mengatakan bahwa kami telah masuk ke dalam Jemaat ini lalu menganggap tidak penting pengamalan.
Sebagaimana kondisi umat Islam yang malang, ketika ditanya apakah kamu muslim? Mereka menjawab, “Syukur alhamdulillah”, namun mereka tidak shalat dan tidak menghormati sya’aairullah. Alhasil, aku tidak menghendaki kalian hanya mengikrarkan secara lisan saja dan tidak memperlihatkan sedikitpun amalan. Ini adalah kondisi yang sia-sia. Allah Ta’ala tidak menyukai kondisi ini.
Dan, kondisi dunia yang seperti ini menuntut supaya Allah Ta’ala mengutusku untuk melakukan ishlah/perbaikan. Alhasil, jika sekarang seseorang setelah menjalin ikatan baiat denganku lantas tidak memperbaiki kondisi dirinya dan tidak memperkuat potensi-potensi amalannya, bahkan menganggap cukup hanya dengan ikrar lisan saja, maka seolah-olah ia telah menyangkal perlunya kedatanganku dengan amalannya sendiri.
Kemudian jika kalian ingin membuktikkan secara amalan bahwa kedatanganku tidaklah sia-sia, maka apakah artinya menjalin ikatan denganku? Jika kalian menjalin hubungan denganku maka penuhilah maksud dan tujuanku, dan itu adalah, perlihatkanlah keikhlasan dan kesetiaan kalian di hadapan Allah Ta’ala dan amalkanlah ajaran Al-Qur’an sebagaimana yang yang telah diperlihatkan dan dilakukan oleh Hadhrat Rasulullah saw. dan para sahabat.
Pahamilah kehendak yang sebenarnya dari Al-Qur’an dan amalkanlah itu. Di hadapan Allah Ta’ala tidaklah cukup hanya dengan mengikrarkan secara lisan dan dalam amalan tidak didapati cahaya dan tindakan.
Ingatlah bahwa Jemaat yang Allah Ta’ala ingin dirikan tidaklah bisa hidup tanpa amalan. Ini adalah Jemaat yang agung yang persiapannya dimulai sejak masa Hadhrat Adam a.s. Tidak ada seorang nabi yang datang yang tidak mengabarkan seruan ini. jadi, hargailah ini dan cara menghargainya adalah buktikanlah dengan amalan kalian sehingga kelompok yang benar itu adalah kalian. (Malfuzat, Jilid III, Hal. 370-371)
Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita para Ahmadi untuk dapat menghiasi kehidupan kita dengan amalan saleh dan akhlak hasanah, karena Rasul di zaman ini Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. telah datang demi terciptanya pembaharuan agama. Allahumma aamiin.
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating