Dan ingatlah Musa berkata kepada kaumnya: Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu dengan menjadikan anak lembu sebagai sembahan; karena itu kembalilah kepada Penciptamu, kemudian bunuhlah hawa nafsumu; yang demikian itu amat baik bagimu pada sisi Penciptamu. Lalu Dia menerima tobatmu. Sesungguhnya Dia Maha penerima tobat, Maha Penyayang. (QS. 2: 54)[1]
Mati sebelum mati..Bisakah kita mengamalkan kata-kata mutiara ini. Dalam QS. 2: 54 di atas Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk membunuh hawa nafsu mereka. Kaum Bani Israil telah menjadikan seekor lembu sebagai sembahan mereka ketika Nabi Musa meninggalkan mereka selama 40 malam untuk bermunajat kepada Allah Taala di Gunung Tursina. Sementara Nabinya berdoa, umatnya malah berdosa karena berbuat musyrik. Dalam konteks inilah Nabi Musa memerintahkan umatnya untuk membunuh hawa nafsunya.
Nabi Musa tidak hanya menyuruh umatnya bertaubat atas kesalahannya yang fatal tetapi juga menyuruh mereka untuk membunuh hawa nafsu mereka yang buruk.
Menyembah Hawa Nafsu
Apakah pernah engkau merenungkan orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah menyesatkan menurut ilmu-Nya. [2]
Akar utama pelanggaran terhadap perintah Tuhan adalah karena manusia telah menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya dan tidak mempercayai eksistensi Tuhan. Jika kita sudah menjadikan hanya Tuhan sebagai sembahan sejati kita maka tidak mungkin akan terjadi berbagai pelanggaran terhadap perintah Tuhan. Tidak mungkin menjadikan sembahan lain sebagai Tuhan atau melakukan dosa lainnya karena kita yakin bahwa Tuhan senantiasa mengawasi perbuatan kita.
Keyakinan Hampa Penyebab Banyak Dosa
Dapatkah kamu tetap berdiri pada suatu tempat sedang batu-batu berjatuhan bagaikan hujan muntah dari gunung berapi atau petir hallintar atau singa buas menyerang atau wabah pes yang berdaya musnah meniadakan umat manusia?
Kemudian seandainya kamu sekalian yakin akan Tuhan seperti halnya kamu yakin kepada adanya ular atau halilintar atau singa atau wabah pes, maka tidaklah mungkin kamu akan berbuat kebalikannya yaitu tidak mentaati dan menempuh jalan yang akan menjuruskan kamu kepada akibat dapat hukuman atau kamu mau memutuskan tali keikhlasan dan kesetiaanmu terhadap-Nya?”[3]
Hazrat Masih Mau’ud as menyampaikan petunjuk kepada kita bahwa akar pelanggaran terhadap Tuhan atau timbulnya dosa adalah karena ketidakyakinan terhadap eksistensi Tuhan. Jika seseorang sudah sampai pada taraf keyakinan yang sepenuhnya kepada Tuhan maka tidak mungkin baginya melakukan pelanggaran terhadap perintah Tuhan atau berbuat dosa. Jadi, ketika kaum Nabi Musa menyembah anak lembu menunjukkan kehampaan iman mereka. Atau ketika kita sebagai hambanya masih berbuat dosa menunjukan kelemahan atau hampanya iman kita.
Menghidupkan Rohani
Hai orang-orang yang beriman sambutlah seruan Allah dan Rasul-Nya apabila ia menyeru kamu supaya ia menghidupkan kamu...[4]
Jadi, kepada Nabi Musa as., Tuhan memerintahkan kaumnya untuk mematikan hawa nafsu mereka akibat pembangkangan perintah Tuhan. Sementara kepada junjungan kita yang mulia Rasulullah saw Tuhan menyampaikan resep untuk menghidupkan rohani kita yaitu ketaatan mutlak terhadap perintahNya.
Pesannya adalah: matikan hawa nafsu penentangan terhadap perintah Tuhan dan gelorakan ketaatan terhadap perintahNya untuk kehidupan rohani kita. Mematikan nafsu menghidupkan rohani.
Dzikrullah Parameter Kehidupan
Hadits ini mengindikasikan kehidupan rohani. ‘Hidupnya’ seseorang terkait erat dengan asyiknya koneksi ia dengan Tuhannya. ‘Matinya’ seseorang terkait dengan hampanya hubungan ia dengan Tuhannya. Seseorang dianggap sudah mati ketika ia tidak lagi memiliki hubungan vertikal dengan Tuhannya. Ia dianggap hidup ketika memiliki hubungan yang akrab dan hangat dengan-Nya.
Penjara dan Surga
Hazrat Masih Mau’ud as bersabda, “Jemaat kita hendaknya menciptakan maut pada jiwa dan untuk meraih ketakwaan maka hal pertama berlatihlah sebagaimana seorang anak yang tengah belajar menulis. Mula-mula tulisannya miring-miring namun pada akhirnya setelah terus berlatih anak tersebut tulisannya mulai jelas dan lurus. Begitu pula mereka pun perlu berlatih. Ketika Allah Ta’ala melihat kegigihannya, Allah Taala sendiri akan mengasihinya.”
Selanjutnya beliau bersabda kepada Jemaat mengenai islah bagi internal Jemaat: “Saya perhatikan, kadang terjadi perselisihan di kalangan intern, berseteru satu sama lain, terjadi kerenggangan. Bahkan perselisihan sepele pun kadang menyebabkan saling menyerang kehormatan satu sama lain dan menyerang saudaranya. Perbuatan seperti ini sangat tidak tidak sesuai, seharusnya tidak terjadi. Bahkan wajar-wajar saja jika salah seorang diantara mereka mengakui kesalahannya.”
“Dalam keadaan demikian kita harus terhindar dari gejolak nafsu bahkan demi untuk menghilangkan kerusakan, kita secara sengaja harus memilih kehinaan bagi diri sendiri. Jangan sekali-kali berusaha untuk merendahkan satu sama lain dalam perselisihan tersebut.”[5]
Huzur masih melihat banyaknya permasalahan dalam internal jemaat seperti perselisihan, percekcokan, sehingga menyerang kehormatan satu sama lain padahal boleh jadi hanya karena permasalahan sepele. Nasihat Huzur kepada kita agar kita mematikan gejolak nafsu seperti itu agar tercipta kehidupan surgawi di dalam Jemaat.
Orang yang ‘sudah mati’ hasrat kehidupannya mengalami kematian, hidup tenang tanpa beban, tidak ambisi, egois, iri dengki. Justru karakter seperti inilah yang mematikan hidupnya. Semenjak jiwa ‘merasa mati’ ia segera mendapatkan hidup hakiki, kedamaian, aman sentosa, kehidupan surga.
Nikmat Duniawi dan Nikmat Rohani
Manusia hanya mengenal gemerlap duniawi dan itu jugalah yang digandrungi oleh jiwa. Untuk membuat jiwa mengenalnya adalah penting bagi seseorang supaya pertama tercipta maut terhadap kelezatan lahiriah dan gemerlap duniawi. Selanjutnya, ia akan mengenali kelezatan yang tersembunyi. Saat itu akan mulai timbul kelezatan Ilahi yang merupakan contoh kehidupan surgawi. Ketika seseorang mulai mempelajari kelezatan-kelezatan tersembunyi maka manifestasi kehidupan surgawi akan bermula”.[6]
Puasa Melatih ‘Mati’
Di dalam fitrat manusia terdapat (ketentuan) bahwa semakin sedikit dia makan maka sedemikian itu pula akan terjadi tazkiya-e-nafs (pensucian jiwa) dan potensi kasyfiah punbertambah. Maksud Allah Taala dari hal itu (puasa) adalah: kurangi satu makanan (jasmani) dan tingkatkanlah (makanan) lainnya (makanan rohani)”. [7]
Tuhan ingin memberikan kenikmatan ‘yang lain’ kepada hambaNya tetapi syaratnya kita harus meninggalkan kenikmatan yang zahir yang kita rasakan di dunia ini. Puasa ini adalah jalan meraih kenikmatan tersebut. Kata Tuhan: coba lepaskan ketergantungan kalian terhadap materi yang mana sepanjang tahun kalian tenggelam dalam kenikmatan duniawi yang sementara ini, Aku ingin menawarkan kenikmatan ‘lain’ yang mana jika kalian mendapatkannya kenikmatannya akan berlangsung abadi.
Mujahadah
Jika manusia berupaya lalu berdoa kepada Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala akan mengasihinya dan memberikan buah padanya. Yang dimaksud mujahadah di sini adalah latihan, sebagaimana seorang anak terus berlatih, disatu sisi insan berdoa dan disertai dengan upaya yang kamil, maka pada akhirnya karunia Tuhan akan datang padanya. Gejolak hawa nafsu menjadi tenggelam dan dingin kemudian keadaannya layaknya api yang disiram air. Banyak sekali manusia yang terdampar dalam nafsu ammarah”. [8]
Untuk sampai pada maqom mati sebelum mati ini kita harus terus berlatih, bekerja keras, dan terus berdoa. Ketika kita gigih berusaha pada jalan Allah Taala, Allah Taala pun pasti akan menyongsong kita untuk mencapai kedudukan tersebut. , مُوتُوا قَبْلَ أَنْ تَمُوتُوا ‘Muutuu qabla an tamuutuu.’ – ‘Matilah sebelum kamu mati.’ Kunci untuk mendapatkan kelezatan surgawi.
Mematikan dan Menghidupkan
More Stories
Memahami Pertanyaan Malaikat di alam Kubur Saat Orang Meninggal?
Di dalam hadits terdapat riwayat yang berisi pertanyaan malaikat di alam kubur ketika orang meninggal. Seperti apa hakikatnya? Seseorang dari...
Apakah Nabi Isa dan Nabi Daud Membawa Syariat?
Seorang perempuan dari Pakistan menulis surat kepada Hazrat Mirza Masroor Ahmad, "Kitab-kitab wahyu diturunkan kepada Nabi Isa (as) dan Nabi...
Sir Zafrullah Khan, Sosok yang Mengkritik Pembagian Palestina Tahun 1947 di Majelis Umum PBB
Saat ini kita menyaksikan banyaknya korban jiwa di Palestina, tentu kita harus prihatin akan kondisi saat ini, tetapi kita juga...
MAKNA HIJRAH DAN AKTUALISASINYA DALAM KEHIDUPAN MUSLIM AHMADI
Oleh: Mln. Muhaimin Khairul Aminوَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ...
Pandangan Islam tentang Sihir dan Ilmu Ghaib
Oyekola Nabeel-AhmadBaru-baru ini, Universitas Inggris, Universitas Exeter, telah memulai program pascasarjana di bidang Ilmu Sihir dan Ilmu Gaib. Menurut The Guardian,...
Surah Al-Jumuah dan Kedatangan Nabi Muhammad Kedua Kali
Dimotivasi oleh penjelasan yang keliru terhadap Al-Qur'an yang disampaikan oleh sekelompok orang yang disebut Ulama, sejumlah penentang mengajukan pertanyaan mengenai...
Average Rating