Jiwa Rasulullah Muhammad SAW merangkum banyak akhlak mulia. Ibnu Qayyim menyatakan, Rasulullah SAW memadukan takwa kepada Allah dan sifat-sifat luhur. Ketakwaan dapat memperbaiki hubungan antara seorang hamba dan Allah Ta’ala. Adapun akhlak mulia dapat memperbaiki hubungannya dengan sesama makhluk/ciptaan. Jadi, takwa kepada Allah SWT akan melahirkan cinta seseorang kepada-Nya, sedangkan akhlak mulia dapat menarik cinta manusia kepadanya.
Pada masa permulaan dakwah Islam, Nabi Muhammad SAW tidak hanya membangun sisi tauhid, tetapi juga membangun sendi dan pilar akhlak mulia. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”. Anas RA berkata, “Sungguh, Rasulullah SAW benar-benar manusia dengan akhlak paling mulia. (HR Bukhari-Muslim).
Anas RA juga berkata, “Selama 10 tahun aku berkhidmat kepada beliau (Rasulullah), aku tidak pernah mendengar beliau mengucapkan kata “Ah”, sebagaimana beliau tidak pernah mempertanyakan apa yang kau kerjakan, ‘Kenapa kamu mengerjakan ini? atau ‘Bukankah seharusnya kamu mengerjakan seperti ini?” (HR Bukhari-Muslim).
Pada abad ke-21 ini, Rasulullah SAW secara fisik tidak bersama umat muslim, namun beliau meninggalkan pusaka al-Qur’an kepada umatnya belakangan hari. Saat ini, al-Qur’an berupa teks, adalah sebuah bacaan yang paling banyak dibaca oleh umat manusia di muka bumi. Sebuah bacaan mulia, kalam yang diberkati. Sebuah kitab suci yang seyogianya tidak sekadar dibaca, namun termanifestasi ke dalam laku kehidupan sehari-hari.
Yang nyata, bagi umat muslim, al-Qur’an adalah rujukan serta pandu bagi kehidupan. Di dalamnya ada petunjuk (hudan), kabar gembira (basyir) dan peringatan (nadzir). Petunjuk yang universal, yang membawa pesan-pesan kepada seluruh umah manusia (hudan li an-naas). Pesan berupa kabar gembira sekaligus peringatan kepada umat manusia tentang segala kebaikan yang bisa mengantarkan umat manusia kepada kebahagiaan dunia akhirat.
“Bacalah al-Qur’an sebagaimana al-Qur’an diturunkan kepadamu”, kata Imam Ali bin Abi Thalib. Jika kita melihat konteks Rasulullah, pada diri Rasulullah—kita sudah membaca serta melihat al-Qur’an sekaligus pada dirinya, dalam laku sehari-harinya. Terlihat dalam laku sehari-hari yang kemudian hari umatnya jadikan contoh.
“Rasulullah adalah al-Qur’an berjalan”, demikian kira-kira analogi riwayat di atas. Dari sini kita dapat memahami bahwa al-Qur’an dan Rasulullah SAW sudah bersenyawa alias sudah menjadi satu. Ini berarti kehidupan Rasulullah merupakan manifestasi riil Al Quran. Maka, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa akhlak beliau adalah, ‘Al Quran berjalan’.
Ketika Al-Quran berbicara masalah iman, Rasulullah selalu berada di garda depan. Sebelum mengajak manusia beriman, beliau terlebih dahulu yang memancangkan iman di dalam hatinya. Mendorong iman dalam dirinya. Rasulullah mulai dari diri sendiri.
***
Di samping itu, al-Qur’an memiliki tema yang begitu rupa macamnya. Dari yang bercorak hukum, tentang alam semesta, penciptaan, kisah Nabi-Nabi terdahulu serta umat pra-Islam, hingga kabar tentang hari akhir (eskatologis). Salah satu tema yang kerap kali muncul ialah tentang umat terdahulu sebelum lahirnya Islam, misalnya umat Yahudi atau umat Kristen.
Dalam al-Qur’an misalnya, membaca pesan tentang umat Yahudi tidak bertujuan untuk mencari siapa Yahudi di antara kita atau kita me-Yahudi-kan orang lain. Melainkan, jauh daripada hal itu, yakni untuk tidak mengulangi hal-hal yang buruk atau tindakan yang berlebihan yang dulu dilakukan umat Yahudi pada era itu. Begitu juga dengan kisah umat-umat lainnya.
Membaca kisah-kisah lainnya dalam al-Qur’an, dibaca bukan menjadi alat untuk menilai atau bahkan menghakimi serta untuk menilai kafir tidaknya orang lain. Hal ini justru berbalik merendahkan nilai serta martabat al-Qur’an sebagai inspirasi iman serta penerang jalan bagi umat muslim.
Dari sini, kita kembali melihat Rasulullah SAW yang berangkat tidak dari hal yang artifisial alias remeh-temeh, namun pada substansi makna al-Qur’an. Mulai dari tauhid yang tidak terhenti di bibir saja, namun berbuah menjadi tindakan sehari-hari seperti penghambaan paripurna kepada Sang Kekasih Allah Ta’ala, kebijaksaan memutuskan perkara, memuliakan sesama manusia hingga membuatnya dikagumi dan menjadi teladan (role model) banyak orang waktu itu yang kemudian membentuk komunitas umat beriman di tengah maraknya dehumanisasi pada paruh pertama abad ke-7 di Mekkah dan Madinah.
Tak pelak, seorang intelektual Amerika—Michael Hart dalam bukunya yang berjudul “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History” meletakkan Nabi Muhammad SAW di posisi pertama manusia paling berpengaruh dalam sejarah. Hart mengatakan bahwa Muhammad sangat sukses di ranah agama dan sekuler. Lebih jauh, Muhammad adalah seorang pemimpin sekuler dan juga seorang pemimpin agama. Bahkan, sebagai kekuatan pendorong di belakang penaklukan Arab, ia mungkin peringkat sebagai pemimpin politik paling berpengaruh sepanjang masa.
Pada diri Rasulullah SAW sebagai “al-Qur’an berjalan” itu. Al-Qur’an tidak digunakan untuk menilai orang lain, namun digunakan untuk menilai diri sendiri. Dari tataran diri sendirilah yang berikutnya akan mengubah semua hal di luar sang diri. Bukankah Sang Pencipta tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah dirinya sendiri? Wallahu a’alam.
More Stories
Seperti Apa Shalawat Allah untuk Rasulullah saw?
Di dalam surah Al-Ahzab ayat 57 (dihitung dengan bismillah), Allah memerintahkan orang-orang mukmin untuk bershalawat kepada Rasulullah saw. Tetapi dalam...
Hikmah Idul Adha: Mendidik Anak-anak Generasi Penerus
Salah satu hikmah Idul Adha adalah untuk mendidik generasi penerus. Oleh: Mln Mubarak Achmad لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا...
Bagaimana Cara Mendapatkan Kenikmatan dalam Shalat?
Pada mulaqat virtual dengan Jamiah Ahmadiyah Ghana dengan Hazrat Khalifatul Masih V (aba) yang diadakan pada tanggal 5 September 2020,...
Shalat Tasbih, Benarkah Shalat yang Disunnahkan?
Seorang perempuan bertanya kepada Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba), tentang tata cara melaksanakan shalat tasbih dan bagaimana kita harus menyelesaikan...
13 Cara Agar Doa Dikabulkan di Bulan Ramadhan
Ramadhan memiliki keterkaitan erat dengan doa. Salah satu keberkahan bulan Ramadhan adalah dikabulkannya doa-doa. Setelah menjelaskan ayat tentang kewajiban puasa...
Mari kita Jadikan Ramadhan yang Berkesinambungan
Konsistensi, ketabahan dan ketekunan merupakan kunci keberhasilan, baik dalam hal duniawi atau rohani. 'Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah...
Average Rating