Maulid Nabi, Sarana Meneladani Nabi Muhammad saw
Hal yang utama dalam Maulid Nabi adalah bagaimana menjadikan teladan Nabi Muhammad saw itu diimplementasikan oleh setiap umat muslim di dalam kehidupan sehari-hari dan bukan tradisi perayakaan Maulidnya
Oleh: Mln. Nanang Salman Lesmana
Di dalam setiap bulan Rabi’ulawal di kalender Hijriah sebagian umat Islam akan selalu merayakan Maulid Nabi Muhammad saw dengan berbagai cara yang mereka lakukan yang dianggap itu bagian dari sunnah Nabi Muhammad saw, padahal kita baca di dalam sirah atau riwayat Nabi Muhammad saw di berbagai buku, tidak ada mengenai masalah Maulid Nabi saw. Namun, karena hal itu sudah bagian dari tradisi yang sudah lama dan berakar di tengah-tengah sebagian masyarakat umat Islam.
Padahal kita ketahui arti dari maulid adalah hari kelahiran, waktu kelahiran dan tempat kelahiran. Menurut kamus bahasa Arab Al Munawwir arti maulid dari kata Walada – Yalidu yang artinya melahirkan, dari kata ini muncul kata lain: wiladatan dan maulid yang artinya lahir (kamus Al-Munawwir hal. 1580).
Nah setelah memahami arti kata Maulid di atas, bisa diartikan bahwa Maulid itu hari kelahiran atau peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Maka dengan itu banyak sebagaian umat Islam yang merayakannya dengan berbagai cara, tak terlepas apakah itu berdasarkan sunnah Nabi muhammad saw atau tradisi belaka.
Perayaan Maulid Nabi, Merayakan atau Meneladani?
Hal yang utama dalam Maulid Nabi adalah bagaimana menjadikan teladan Nabi Muhammad saw itu diimplementasikan oleh setiap umat muslim di dalam kehidupan sehari-hari dan bukan tradisi perayakaan Maulidnya. Keteladanan dan semangat perjuangan Nabi Muhammad saw sangat sempurna dan itu menjadi uswah hasanah yang perlu diteladani oleh umat islam pada umumnya.
Sebagaimana Allah swt berfirman:
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا
“Sesungguhnya bagi kamu dalam diri Rasulullah terdapat suri teladan yang terbaik untuk orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah dan hari akhir, dan yang banyak mengingat Allah.” (QS.Al-Ahzab 33: 22)
Ayat diatas menjadi petunjuk bagi umat Muslim agar senantiasa meneladani suri teladan yang terbaik dari Nabi Muhammad saw, baik berkenaan dengan Akhlak dan perjuangan beliau untuk menegakkan ajaran-ajaran tauhid di buka bumi ini.
Akhlak Nabi Muhammad saw
Berkenaan dengan akhlak Nabi Muhammad saw yang harus menjadi perhatian dan menjadi teladan bagi kita semua serta di dalam kehidupan umat Muslim, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi Al-Masih Mauud as menulis di dalam bukunya terkait Akhlak Nabi Muhammad saw sebagai berikut:
“Allah Yang Maha Agung telah membagi kehidupan Nabi kita Yang Mulia Rasulullah saw dalam dua bagian, yaitu bagian Pertama yang merupakan periode kegetiran, kesulitan dan penderitaan, sedangkan bagian Kedua adalah ketika tiba masa kemenangan. Selama masa penderitaan akan muncul sifat-sifat akhlak Nabi Muhammad saw yang sesuai dengan masa tersebut, sedangkan pada waktu tiba masa kejayaan dan kekuasaan, maka muncul akhlak Nabi Muhammad saw yang tidak akan jelas nyata jika tidak didasari latar belakang kedigjayaan. Dengan demikian kedua bentuk sifat akhlak Nabi Muhammad saw menjadi nyata karena melalui kedua periode masa seperti itu.”
“Dengan membaca sejarah tentang masa kesulitan beliau di Mekkah yang berlangsung selama 13 tahun, kita bisa melihat secara nyata bagaimana beliau memperlihatkan akhlak seorang muttaqi yang sempurna di dalam masa kesulitan yaitu meletakkan kepercayaan sepenuhnya kepada Allah swt tanpa mengeluh sama sekali, tidak mengendurkan pelaksanaan tugas beliau, tidak takut kepada siapa pun, semuanya itu dilakukan sedemikian rupa sehingga para orang kafir pun menjadi beriman karena menyaksikan keteguhan hati yang demikian rupa dan menyadari bahwa jika seseorang tidak memiliki keimanan yang demikian kuat, mustahil yang bersangkutan akan dapat menanggung penderitaan tersebut dengan keteguhan hati.”
“Ketika tiba masa kemenangan, kekuasaan dan kemakmuran, lalu muncul sifat akhlak Nabi Muhammad sawyang lain yang berbentuk pengampunan, kemurahan hati dan keberanian yang diperlihatkan sedemikian sempurna sehingga sejumlah besar orang kafir lalu beriman kepada beliau. Beliau memaafkan mereka yang telah menganiaya beliau dan memberikan keamanan kepada mereka yang telah mengusir beliau dari Mekkah serta menolong mereka yang membutuhkan bantuan.
Justru setelah menggenggam tampuk kekuasaan di atas para musuh, beliau malah mengampuni mereka. Banyak orang yang menyaksikan akhlak mulia beliau menyatakan bahwa hanya orang yang muttaqi dan datang sebagai utusan Tuhan saja yang mungkin bisa memiliki akhlak demikian. Itulah sebabnya sisa-sisa rasa permusuhan para lawan beliau langsung menghilang. Akhlak Nabi Muhammad saw juga dinyatakan oleh Kitab Suci Al- Quran dalam ayat: قُل إِنَّ صَلاتي وَنُسُكي وَمَحيايَ وَمَماتي لِلَّهِ رَبِّ العالَمينَ
‘Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku dan pengorbananku dan kehidupanku serta kematianku adalah semata-mata untuk Allahswt , Tuhan semesta alam” (QS.6 Al-Anaam:163).
“Berarti seluruh hidup beliau telah diikrarkan bagi manifestasi keagungan Tuhan serta memberikan kenyamanan kepada para makhluk-Nya agar melalui kewafatan beliau mereka semua itu akan memperoleh kehidupan.” (Islami Usulki Philosophy, Rohani Khazain, vol. 10, hal. 447-448, London, 1984)
Kutipan di atas sangat jelas sekali bagaimana Akhlak Rasulullah yang beliau saw tunjukan kepada dunia, walaupun di dalam masa awal perjuangnnya beliau mengalami kegetiran, kesulitan dan penderitaan juga dimasa kemenangan, beliau selalu menampilkan akhlak yang luhur serta mulia sehingga merubah tatanan bangsa Arab yang tadinya bangsa yang jahiliyah menjadi bangsa yang beradab dan bertauhid.
Pentingnya Mencintai Rasulullah
Di dalam meneladani Nabi Saw tidak terlepas dengan mewujudkan cinta kepada Nabi saw karena dengan hal itu seorang muslim akan senantiasa mengcopy pasti apa yang telah disunnahkan oleh Nabi saw juga menerapkan Akhlak Nabi saw di dalam kehidupannya.
Sebagaimana di dalam hadits Nabi saw disebutkan mengenai kecintaan kepadanya sebagai berikut :
Pada suatu hari Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Tidak, demi Allah, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Maka berkatalah Umar, “Demi Allah, sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri!” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [XI/523] no: 6632)
Di lain kesempatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
“Demi Allah, salah seorang dari kalian tidak akan dianggap beriman hingga diriku lebih dia cintai dari pada orang tua, anaknya dan seluruh manusia.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [I/58] no: 15, dan Muslim dalam Shahih-nya [I/67 no: 69])
Menurut hadits diatas sangat terang sekali bahwa mencintai Nabi Muhammad saw itu bagian yang sangat penting dan merupakan inti dari agama sehingga keimanan seseorang muslim tidak dianggap sempurna sehingga dia mengimplementasikan cintanya kepada Nabi Saw serta dituntut untuk mengedepankan cintanya kepada kanjeng Nabi Saw.
Nah dengan memahami seperti ini sehingga dapat menjadikan suri teladan kanjeng Nabi saw di dalam diri setiap muslim dengan Akhlak yang luhur serta perjuangan yang mulia Nabi saw.
Semoga umat muslim pada umumnya dapat meneladani Akhlak dan perjuangan Kanjeng Nabi Muhammad saw didalam memaknai Maulid kanjeng Nabi Muhammad saw. Amiin
Referensi :
- Kamus Al-Munawwir hal.1580, cetakan thn 2020.
- Alquran Terjemah dan Tafsir singkat, Jemaat Ahmadiyah Indonesia hal.1603
- Islami Usulki Philosophy, Rohani Khazain, vol. 10, hal. 447-448, London, 1984.
- HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [XI/523] no: 6632.
- HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [I/58] no: 15, dan Muslim dalam Shahih-nya [I/67 no: 69].
Average Rating