Read Time:8 Minute, 48 Second
Oleh: Mln. C. Sofyan Nurzaman Wahhab – Cirebon
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman! Ingatlah akan kewajibanmu terhadap Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang didahulukannya untuk esok hari. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Hasyr: 18)
Salah satu masalah kerohanian yang cukup penting dan perlu mendapat perhatian yang serius bagi sebuah keluarga adalah bagaimana agar anak keturunannya dapat mengikuti jejak langkah orang tuannya dalam memegang keyakinan agama terhadap Allah Ta’ala. Walaupun faktanya sejak kecil anak-anaknya diberikan pendidikan (tarbiyah) keagamaan dengan baik.
Namun, karena kehidupan dunia saat ini begitu kuat pengaruhnya terhadap kehidupan anak-anak, kadang-kadang para orang tua mendapati anak-anaknya setelah dewasa dalam memegang teguh keyakinan mereka tidak sesuai dengan harapan orang tuanya.
Tentunya siapapun selaku orang tua berharap agar generasi anak keturunannya tetap memegang teguh keyakinan dan keimanan yang telah diajarkannya. Untuk tujuan itulah perlu dilakukan upaya-upaya maksimal sejak dini. Agar kekhawatiran para orang tua terhadap anak keturunannya jauh dari jalan agama dapat dihindari. Oleh karena itu kita perlu merenung dan memikirkan apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan supaya bagi anak keturunannya di masa yang akan datang benar-benar berjalan di jalan yang diridhai Allah Ta’ala.
Dalam tulisan kali ini akan diuraikan tentang sebab-sebab yang dapat mempengaruhi anak-anak keturunan jauh dari agama dan juga akan disampaikan resep-resep yang baik untuk menyelamatkan keyakinan generasi anak keturunan.
Penyebab Lemahnya Tarbiyah bagi Anak Keturunan
Dalam kenyataannya Hadhrat Khalifatul Masih IV rh melihat ada 2 perkara yang menjadi penyebab lemahnya tarbiyat bagi anak keturunan dari sisi orang tua yakni pertama: orang tua telah melupakan Allah Ta’al dan yang kedua: rasa ru’ub (rasa takut dan hormat terhadap sesuatu yang salah).
Orang Tua Telah Melupakan Allah Ta’ala
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah melupakan Allah, maka Dia pun menyebabkan mereka lupa akan diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik” (QS Al-Hasyr: 19).
Hadhrat Khalifatul Masih IV rh bersabda:
“Dalam kata “anfusahum” tercakup makna diri mereka sendiri maupun anak-anak yang mereka besarkan serta keturunan-keturunan mereka yang mereka kirimkan ke depan. Kesemuanya itu masuk dalam kata “anfusahum” dan hal itu terbukti dari tata bahasa Al-Quran. Di situ yang dimaksud tidak hanya diri mereka saja, melainkan juga anak-anak keturunan mereka, generasi-generasi penerus mereka yang bakal lahir di masa mendatang, kesemuannya masuk dalam kata “anfusahum” tersebut.
Sebenarnya pertama-tama para orang tua itu telah melupakan Allah. Jika mereka tidak melupakan Allah, tidaklah mungkin di dalam rumah mereka akan tumbuh anak-anak yang demikian. Tetapi dikarenakan secara mendasar dalam sifat ibu bapak mereka sendiri sudah terdapat kecenderungan sedemikian rupa bahwa para orang tua itu tidak berani terang-terangan memberotak terhadap nilai-nilai agama –maka walaupun para orang tua itu tetap beragama, justru dengan demikian mereka berpotensi menjadikan anak-anak mereka sebagai orang-orang yang tak beragama.”
“Dan anak-anak keturunan tersebut menjadi bukti nyata akan Ayat: “Wa laa takuunuu kalladziina nasullooha fa ansaahum anfusahum.”
Jika pada kenyataannya kalian telah melupakan Allah –tidak peduli apakah secara zahiriah kalian masih memiliki hubungan zikir dengan-Nya– kalian akan menyaksikan bahwa di depan kalian, anak-anak keturunan kalian akan menjadi orang-orang yang melupakan Allah dan kalian tidak kuasa sedikit pun atas hal itu.”
Inilah penyebab pertama dari lemahnya atau kurangnya tarbiyah bagi anak keturunan di mana para orang tua telah melupakan Allah Ta’ala sehingga dia telah melupakan dirinya sendiri dan juga anak keturunannya. Akibatnya muncul anak-anak yang berbeda sifat dan akhlaknya dengan kedua orangtuanya.
Ru’ub: Rasa Takut dan Hormat Terhadap Sesuatu Yang Salah
Hadhrat Khalifatul Masih IV rh bersabda: “Para orang tua itu di dalam hati mereka sendiri terdapat rasa takut atau hormat (ru’ub) terhadap perkara-perkara negatif tersebut. Seakan-akan mereka itu terpaksa saja menjejakan kaki di atas jalan-jalan Allah. Tetapi dalam lubuk hati mereka, rasa hormat terhadap jalan-jalan Ilahi tersebut tidaklah seberapa dibandingkan dengan rasa hormat mereka terhadap norma-norma duniawi yang negatif itu. Hal itu sudah tertanam di dalam kalbu mereka dan mereka tidak dapat merubah jalan-jalan duniawi tersebut.
Ketika saya melihat anak-anak bangun, tampak bahwa para orang tua tersebut takut terhadap mereka. Para orang tua itu tidak berani mengatakan kepada anak-anak mereka; pakaian macam apa pula yang telah kalian kenakan? Suasana macam apa yang kalian ingin ciptakan di rumah ini? Potongan rambt macam apa yang telah kalian pakai? Apakah kalian sudah gila? Betapa jijiknya perkara-perkara yang kalian lakukan ini. Para orang tua tidak punya nyali untuk mengucapkan kata-kata tersebut.
Di depan mata mereka, anak-anak perempuan mereka mengeluarkan parfum, mengenakan celana jeans ketat, memakai model rambut yang berantakan, pergi kesana-kemari sesuka hati. Para orang tua tidak berani menasehati mereka.
Apa sebabnya? Inilah yang ingin saya jelaskan kepada Anda sekalian melalu uraian Ayat tersebut. Sebabnya adalah sejak masa anak-anak ketika ibu bapak menyaksikan anak-anak mereka bertukar haluan, para orang tua sendiri yang justru takut atau segan. Mereka tidak berani menegur anak-anak mereka dan mengingatkan bahwa kecenderungan-kecenderungan kalian ini salah dan hina. Kalian telah bergeser dari nilai-nilai akhlak mulia dan mulai menerapkan hal-hal yang tidak baik.
Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa gejala tersebut terjadi secara tiba-tiba, itu tidaklah benar. Kelemahan-kelemahan di bidang tarbiyat ini justru pertama-tama timbulnya di dalam hati ibu bapak. Namun mereka tidak menyadari hal itu. Jadi kedua makna “ansaahum anfusahum” itu dapat terjadi demikian.“
Resep Tarbiyat Berkesinambungan untuk Menyelamatkan Keyakinan Anak Keturunan
Dalam melaksanakan tarbiyat berkesinambungan ini ada beberapa resep dari Al-Quran, Hadits Nabi Muhammad saw dan nasihat-nasihat Hadhrat Masih Mau’ud as yang dapat dilakukan baik oleh orang tua ataupun anak keturunannya sebagai berikut:
Tanggung Jawab dan Kewajiban bagi Orang Tua:
Mengingat dan Menjalin Hubungan Kecintaan dengan Allah Ta’ala
“Dan tidaklah kami ciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah” (QS Adz-Dzariyat: 56). Hadhrat Khalifatul Masih IV rh bersabda: “Jika ingatan akan Allah Ta’ala itu menguasai diri Anda, hati terasa seperti dalam keadaan mabuk. Akibat ingatan akan Allah tersebut maka perkara-perkara yang bertentangan dengan perintah llahi akan tampak menjadi buruk.
Hati dengan sendirinya dapat mengambil keputusan yang tepat dan penting untuk memelihara atau melindungi anak-anak keturunan. Sebab kecintaan terhadap Allah, menimbulkan suatu energi untuk menentang ghairullah (wujud-wujud selain Allah). Rasanya tidak enak. Langsung timbul keresahan apabila menyaksikan gerak-gerik ghairullah. Dan gerak-gerik ghairullah itu tidak terhitung banyaknya.”
Menjadi Orang Yang Bertaqwa dan Beramal Shaleh
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sebenar-benarnya dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali kamu dalam keadaan berserah diri” (QS Al-Imran: 102)
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Berjalanlah di atas jalan taqwa. Janganlah menyembah mahluk Allah. Hadapkan seluruh perhatianmu kepada Allah agar perhatianmu kepada dunia ini menjadi berkurang. Jadilah kepunyaan Dia seutuhnya dan jalanilah kehidupan demi Allah semata-mata dengan membeci segala macam yang kotor dan bergemilang dosa, sebab sesungguhnya Tuhan itu Zat Yang Maha Suci. Hendaknya tiap-tiap hari bila fajar menyingsing memberi kesaksian bahwa kamu telah melewatkan malam dengan penuh ketaqwaan. Tiap-tiap petang hendaknya menjadi saksi bahwa kamu menjalani hari dengan rasa takut yang terpatri di dalam hatimu terhadap Allah.”
Selanjutnya beliau as bersabda: “Tuhan berfirman kepadaku, bahwa taqwa adalah sebuah pohon yang harus ditanam dalam hati. Air yang mengalir dari taqwa, dialah yang dapat menyirami seluruh kebun. Taqwa adalah suatu urat tunggal, kalau ini tidak ada, semua akan percuma dan kalau ini ada, semuanya pun ada.”
Memenuhi Hak-Hak Agama dan Hak-Hak Keluarga
“Hai orang-orang yang beriman! ingatlah akan kewajibanmu terhadap Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang didahulukannya untuk esok hari” (QS Al-Hasyr: 18)
Sebuah riwayat tentang Hadhrat Salman Farsi ra. Beliau tanyakan kepada sang istri [Hadhrat Abu Darda ra]. ”Ada apa dengan diri engkau? Itukan suamimu. Mengapa engkau berada dalam kondisi buruk begini?” Sang istri menjawab, ”Suami saya tidak ada bedanya sebagai suami atau bukan. Dia sedikit pun tidak punya perhatian atas diriku. Dia telah menjadi milik Allah sedemikian rupa bagai hamba-hamba yang mabuk.”
Akhirnya Hadhrat Salman Farsi ra menasihatkan [kepada Hadhrat Abu Darda ra], “Jangan berlaku demikian. Engkau juga harus membayar hak-hak Allah dan hak-hak manusia pun harus engkau penuhi. Jika tidak engkau penuhi, engkau akan mengalami kemudaratan.”
Ketika peristiwa ini sampai kepada Rasulullah saw beliau mendukung sepenuhnya hal itu. Dan terhadap nasihat Hadhrat Salman Farsi ra tersebut beliau saw bersabda, “Itu sangat tepat sekali.”
Berusaha untuk Memelihara Diri Sendiri dan Keluarga dari Api Neraka
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran:
“Peliharalah dirimu sendiri dan ahli keluargamu dari api neraka”. (QS At-Tahrim: 6)
Hadhrat Mirza Basyir Ahmad, M.A. ra menjelaskan tentang makna Ayat tersebut sebagai berikut:
“Maksudnya, wahai orang-orang mukmin kewajiban engkau bukan hanya memikirkan diri sendiri supaya menjadi orang saleh, melainkan engkau berkewajiban juga menjaga keluarga engkau dari bahaya terjerumus ke dalam api kesesatan dan kejalangan.
Di dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman kepada kaum pria agar mereka senantiasa waspada dan mereka hendaknya jangan berusaha hanya membuat diri mereka sendiri orang saleh, melainkan harus pula memperhatikan serta membimbing istri mereka dan anak-anak lelaki mereka dan para ahli keluarga mereka dari api neraka dengan jalan menata pendidikan agama dan akhlak dengan sebaik-baiknya.“
Senantiasa Berdoa kepada Allah Ta’ala untuk Anak Keturunan
Allah Ta’ala telah memberikan resep yang baik untuk pendidikan anak-anak, yakni dengan kekuatan doa. Dia telah memerintahkan kepada para hamba-hamba-Nya untuk senantiasa berdoa dan sedemikian rupa janji Allah Ta’ala akan mengbulkan doa-doa yang dipanjatkan. Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Quran:
“Berdoalah kepadaku niscaya akan Aku kabulkan” (QS. Ghafir: 60)
Rasulullah saw pun menjadikan doa sebagai senjata bagi orang-orang yang beriman. Artinya doa juga merupakan kekuatan yang sangat diandalkan oleh orang yang beriman dalam menghadapi segala sesuatu. Termasuk dalam mendidik anak keturunan tidak boleh lepas dari doa-doa kepada Allah Ta’ala sebagaimana beliau saw besabda:
“Doa itu senjata orang yang beriman dan tiangnya agama serta cahaya langit dan bumi” (HR Hakim dan Abu Ya’la).
Berkenaan dengan doa Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman yakni, “Kamu berdoalah, Aku akan kabulkan. Dan berkali-kali Dia menarik minat untuk berdoa supaya manusia bukan karena kekuatannya sendiri meraih sesuatu, melainkan dengan kekuatan Tuhan menemukan Tuhan.”
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating