Read Time:5 Minute, 53 Second





Oleh : Mln. Ahmad Nurqomar

Diutusnya Hadhrat Rasulullah saw. adalah bukti terbesar dari eksistensi Allah Ta’ala, bahkan Allah Ta’ala  membangkitkan Rasulullah saw. di dunia untuk menegakkan kemurnian Tauhid (Keesaan Allah Ta’ala). Maqom Rasulullah saw. tergambar dari kalimah tauhid sendiri yakni, “Laa ilaaha illallah Muhammadar-Rasuulullah” yang menempatkan beliau saw. sebagai kekasih Allah Ta’ala yang paling dekat dengan-Nya.

Banyak sekali ulama yang mentafsirkan terkait hal itu, akan tetapi makna tauhid yang sangat dalam tentunya  hanya Allah Ta’ala saja yang lebih memahami tafsirannya yang hakiki dan rahasia yang terkandung didalamnya.

Satu hal yang pasti adalah Rasulullah saw memiliki maqom yang sangat istimewa dihadapan Allah Ta’ala. Tak heran kenapa beliau saw. disebut  Khaatamun Nabiyyiin, karena beliau saw.-lah nabi-nabi sebelumnya disahkan akan kebenarannya dan juga beliau saw. merupakan manifestasi Tuhan yang hidup. Agama yang dibawanya, yakni Islam dan syariat sempurna yang terdapat di dalam Al-Qur’an, adalah bukti nyata kebesaran Tuhan yang ditampakkan serta keagungan -Nya yang diperlihatkan.

Ada sesuatu yang unik dan menarik dari hubungan yang terjalin antara Allah Ta’ala dengan hamba pilihan-Nya yakni Muhammad saw. Di mana ada ikatan cinta yang kuat yang mungkin sulit dipahami manusia pada umumnya. Ikatan cinta yang saling terikat dan saling menguatkan sebagai pembuktian keagungan dan kebesaran dari  keberadaan-Nya. Di mana Allah Ta’ala  mulai dari sejak kecil telah menyemaikan benih didalam kalbu Muhammad saw. kecintaan kepada diri-Nya dan mengabari ibunya perihal Nur [cahaya] yang akan tersebar keseluruh dunia.

Tatkala semua itu tergenapi lantas bagaimana beliau saw memperlihatkan sebuah gejolak  kecintaan kepada Tuhan Yang Esa, dimana kegelisahan dan risaunya tampak merampas tidur nyenyak malam-malam beliau saw. Bukan hanya itu bahkan telah merampas ketenangan dan ketenteraman hari-hari beliau saw.

Jika keresahan itu ada maka itu hanya satu, yaitu bagaimana dunia mulai menyembah Tuhan yang Esa, mulai mengenal akan Tuhan yang menciptakan mereka. Untuk menyampaikan amanat itu beliau harus menahan berbagai macam kesusahan dan menghadapi berbagai macam penderitaan. Tetapi kesusahan dan penderitaan  tidak dapat mencegah  beliau saw. untuk beribadah dan tidak menahan beliau untuk menyampaikan amanat Tuhan yang Esa.[1] Bagaimana indah dan manisnya hubungan cinta yang terjalin ini.

Bahkan, di dalam sirah hidup Rasulullah saw dijelaskan bagaimana sejak kecil hati beliau saw. telah dibersihkan dari kemusyrikan, bahkan Allah Ta’ala sendiri yang meyiapkan sarana untuk mencegah beliau saw. dari itu dan untuk perlindungan beliau saw.

Lantas perhatikanlah zaman masa muda  beliau saw., bagaimana beliau saw. biasa pergi ke sebuah gua untuk melakukan ibadah pada Tuhan Yang Esa. Beliau saw. melewati sampai beberapa hari di goa Hira. Dalam kesendiriannya beliau saw. melakukan percakapan rahasia dengan Tuhan beliau saw. dan melakukan ibadah pada-Nya. Tatkala Melihat ini kaum beliau saw. pun mengatakan bahwa, “Muhammad jatuh cinta pada Tuhan-nya.”

Dalam kaitan ini Hadhrat Masih Mauud a.s bersabda, “Rasulullah saw. menjadi pecinta Satu Wujud itu dan telah menjadi tergila-gila pada-Nya. Hasilnya beliau mendapatkan yang tidak pernah didapatkan oleh siapa pun di dunia. Beliau sedemikian rupa cintanya kepada Tuhan sehingga orang-awam pun mengatakan –‘asyiqa muhammadun ‘ala rabbihi –Muhammad saw. telah jatuh cinta pada Rabb-nya.”[2]

Begitu besarnya kecintaan yang dimiliki Rasulullah saw., beliau saw. tidak menghiraukan perkataan kaumnya yang menyebutnya gila karena gejolak rasa cinta yang besar terhadap Rab-nya. Tak ada yang dapat menghalangi kecintaan beliau saw. kepada Allah Ta’ala sekalipun hinaan, cemoohan bahkan sekalipun nyawa beliau saw. serahkan demi supaya manusia menyembah Tuhan Yang Esa.  Jadi inilah martabat fana Rasulullah saw. dalam kencintaan kepada Allah swt. Besarnya cinta yang dimiliki Rasulullah saw. terhadap Allah Ta’ala tergambar dalam Al-Qur’an:

فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَىٰ

Maka jadilah ia seakan-akan seutas tali dari dua buah busur, atau lebih dekat lagi. (An-Najm: 9)

Yakni layaknya seperti ketika sebuah panah ditarik dan ujung kedua busur bertemu dan merekat sangat dekat sehingga kekuatan anak panah melesat pun akan sangat tajam. Bahkan lebih hebat lagi dari itu gambaran tentang kefanaan dalam gejolak cinta yang Rasulullah saw. tampakan.

Selain itu, terdapat  dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa, tatkala Rasulullah bersama Abu Talib berjumpa dengan seorang pendeta Buhairah pada saat perjalanan ke Syam, maka dia menanyakan, “Hai putra ningrat! Saya menanyakan kepada engkau atas nama Lat dan Uzza,berilah jawaban kepada saya.” Buhairah menanyakan menyebut nama berhala-berhala itu sebab inilah cara untuk menanyakan kepada orang-orang Quraisy (Lat dan Uzza adalah berhala mereka yang paling besar). Maka Rasulullah saw. dalam memberikan jawaban berkata bahwa, “Janganlah menanyakan kepada saya dengan menyebut nama-nama berhala-berhala itu  sebab saya sangat benci kepada keduanya.” Sesudah itu Buhairah melanjutkan pembicaraannya dengan menyebut nama Allah.” [Assiratun-nabawiyyah liibni HisyamAl-ma’ruf sirat Ibni Hisyam Kisah Buhairi hal.145] 

Begitulah ghairat cinta yang Rasulullah saw. ajarkan kepada umatnya agar kita bisa memahami bagaimana hendaknya mencintai Tuhan yang sejati. Bahkan didalam Al-Qur’an surat An-Najm : 8 menjelaskan bagaimana indahnya kecintaan itu digambarkan:

ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ

Kemudian ia, Rasulullah, mendekati Allah, lalu Dia, Allah, kian dekat kepadanya.

Inilah cinta yang hakiki yang pernah ada di dunia ini, cinta yang menempatkan segala keinginannya hanya atas ridhonya sehingga Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ

Dan, ia tidak berkata-kata menurut kehendak nafsu-nya. (An-Najm: 3)

Tiada cinta yang lebih sempurna melainkan kecintaan yang beliau saw. tampakan kepada Tuhannya. Oleh karena itulah sehingga Allah Ta’ala dengan cinta-Nya kepada kekasihnya memberikan jaminan keselamatan kepada siapa yang benar-benar mengikutinya

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah,  ”Jika kamu mencintai Allah swt., maka ikutilah aku, kemudian Allah swt. akan mencintai dan akan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah swt. Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Qs Al-Imran : 31)

Beruntunglah kita menjadi umat Rasulullah saw. yang diberikan jaminan dari Allah Ta’ala dengan mengikuti beliau saw. secara sempurna maka kita pun akan menjadi orang-orang yang dicintai oleh Allah Ta’ala.

Jadi, inilah martabat Rasulullah saw yang untuk menegakkannya dan untuk menciptakan kecintaan Allah di dalam hati manusia beliau saw. telah lahir. Martabat manusia yang paling luhur dan kedudukan sebagai hamba Allah Yang Rahman yang oleh seseorang yang paling tinggi didapatkan adalah yang didapatkan oleh Rasulullah saw.

Beliau saw. telah dibangkitkan supaya manusia dapat mengenal dirinya dan mengenal Zat Allah dan dapat memperkenalkan Zat Allah. Beliau saw. dibangkitkan untuk menegakkan tauhid Ilahi.[3] Beruntunglah mereka yang benar-benar mengikuti cinta beliau saw. secara hakiki dan yang meyakini akan eksistensi Allah Ta’ala yang hidup hingga saat ini.

[1] Khutbah jumat Hz Khalifatul masih Al-khamis tanggal 4 febuari 2005

[2] Khutbah jumat Hz Khalifatul masih Al-khamis tanggal 4 febuari 2005

[3] Khutbah jumat Hz Khalifatul masih Al-khamis tanggal 4 febuari 2005

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post Terpecahnya Umat Islam dalam Golongan-Golongan
Next post Membaca Al-Qur’an, Membaca Diri Sendiri