Surah Al-Jumuah dan Kedatangan Nabi Muhammad Kedua Kali
Dimotivasi oleh penjelasan yang keliru terhadap Al-Qur’an yang disampaikan oleh sekelompok orang yang disebut Ulama, sejumlah penentang mengajukan pertanyaan mengenai ayat-ayat surah al-Jumu’ah berikut ini, yang menunjukkan kedatangan seorang nabi di akhir zaman.
هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ ۔ ووَّاٰخَرِيْنَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوْا بِهِمْۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Dialah Yang telah membangkitkan di tengah-tengah bangsa yang ummi seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka tanda-tanda-Nya dan mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah, walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Dan kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS Al-Jumuah [62]:3-4)
Karena putus asa untuk membuktikan bahwa Hazrat Masih Mau’ud as adalah palsu, para penentangnya menyatakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an di atas, yang menurut Ahmadiyah menunjukkan kedatangan seorang nabi di akhir zaman yang merupakan cerminan Nabi Muhammad (saw), tidak benar, dan sama sekali tidak ditafsirkan seperti itu oleh ulama-ulama Islam lainnya dalam kitab tafsir atau hadits.
Kata akhariina minhum [kaum lain di antara mereka] dalam ayat di atas mempunyai makna yang sangat luas. Setelah mempelajari dan meninjau berbagai tafsir Al-Qur’an, kami menemukan bahwa tiap penafsiran telah menjelaskan atau menganggap bahwa kata akhariin [kaum lain] sebagai isim mansuub [akuasatif] atau majrur [genitif]. Menurut kamus bahasa Arab, i’rob biasanya ada tiga macam, marfu‘ [nominatif], mansub [akuasatif] dan majrur [genitif]. Aakharin ditulis dengan i’rob manshub dan majrur, sedangkan akhoruun adalah maarfu‘. Jadi ayat yang sedang dibahas ini adalah manshub atau majrur.
Jika akhariin dianggap mansub, maka makna kontekstual dari ayat-ayat tersebut adalah ویزکی الآخرین و یعلم الآخرین yaitu, Nabi Muhammad (saw) akan menyucikan orang-orang [non-Arab] lainnya juga dan akan mengajari mereka kitab dan hikmah. Jadi ayat-ayat tersebut secara keseluruhan menunjukkan bahwa risalah Nabi Muhammad (saw) tidak hanya ditujukan bagi orang-orang Arab di masa beliau, tetapi juga bagi semua orang non-Arab, dan bukan hanya untuk orang satu zaman, melainkan juga untuk generasi selanjutnya sampai akhir zaman.
Penjelasan ini juga dikuatkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Beliau meriwayatkan:
كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأُنْزِلَتْ عَلَيْهِ سُورَةُ الْجُمُعَةِ {وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ} قَالَ قُلْتُ مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَمْ يُرَاجِعْهُ حَتَّى سَأَلَ ثَلاَثًا، وَفِينَا سَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ، وَضَعَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَدَهُ عَلَى سَلْمَانَ ثُمَّ قَالَ ” لَوْ كَانَ الإِيمَانُ عِنْدَ الثُّرَيَّا لَنَالَهُ رِجَالٌ ـ أَوْ رَجُلٌ ـ مِنْ هَؤُلاَءِ
“Saat kami sedang duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, turunlah Surah Al-Jumu’ah kepada belia, dan ketika ayat {وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ} Dan Dia (Allah) tleah mengutus dia (Muhammad) juga kepada kaum lain (62:4) aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, siapakah orang-orang ini [yang akan menyandang pangkat Sahabat Nabi, tapi belum bergabung dengan mereka]. Nabi (saw) tidak menjawab hingga ditanya tiga kali. Di antara kami ada Salman al-Farsi [ra] [seorang sahabat non-Arab]. Nabi (saw) meletakkan tangannya ke bahunya dan bersabda: ‘Jika iman [terbang] sampai ke bintang Tsuraya, orang-orang dari kaumnya yang akan membawa kembali ke bumi. (Sahih Bukhari, Kitabut Tafsir, hadits 4897)
Dalam menggambarkan kondisi umat Islam di masa kemunduran iman ini, Rasulullah (saw) bersabda)
يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لا يَبْقَى مِنَ الإِسْلامِ إِلا اسْمُهُ , وَلا يَبْقَى مِنَ الْقُرْآنِ إِلا رَسْمُهُ , مَسَاجِدُهُمْ يَوْمَئِذٍ عَامِرَةٌ , وَهِيَ خَرَابٌ مِنَ الْهُدَى , عُلَمَاؤُهُمْ شَرُّ مَنْ تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ , مِنْ عِنْدِهِمْ تَخْرُجُ الْفِتْنَةُ , وَفِيهِمْ تَعُودُ
“Akan datang suatu zaman pada manusia dimana ketika itu Islam tinggal sebatas nama, Al-Qur’an tersisa sebatas tulisan, Masjid-masjid dibangun megah namun kosong dari petunjuk. Ulama mereka adalah seburuk-buruk makhluk yang berada di kolong langit, dari mulut-mulut mereka keluar fitnah (perselisihan), Dan sungguh fitnah itu akan kembali kepada mereka.” (Misykatul Masabih, Kitabul ‘Ilm, Jilid I, hal. 91)
Jika akhariin dianggap majrur, maka makna kontekstual ayat-ayat tersebut adalah وبعث فی الآخرین رسولا منھم لما یلحقوابھم yaitu, Nabi Muhammad (saw) akan diutus di antara kaum lain yang belum bergabung dengan pengikutnya langsung.
Namun makna tersebut tidak dapat diartikan secara harfiah, karena Rasulullah (saw) telah wafat dan masuk surga. Tidak mungkin seserang hidup lagi stelah wafat dan keluar dari surga untuk kembali ke dunia di akhir zaman. Jadi kata akharin dalam hal ini hanya dapat diartikan bahwa akan diutus seorang nabi non-Arab kepada orang-orang non-Arab yang akan menjadi cerminan nabi Muhammad (saw). Sebagaimana Firman Allah:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُبَایِعُوۡنَکَ اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ ؕ یَدُ اللّٰہِ فَوۡقَ اَیۡدِیۡہِمۡ
“Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepada engkau, mereka sebenarnya berbaiat kepada Allah. Tangan Allah ada di atas tangan mereka”. (Surah al-Fath, [48]: 11).
Meskipun tangan Rasulullah diletakkan di atas tangan para Sahabat saat melakukan baiat, Allah menanggapnya sebagai tangan Allah sendiri. Demikian pula, Allah Ta’ala mewahyukan kepada Nabi Muhammad bahwa istana Qaisar dan Kisra akan ditaklukkan dan kuncinya akan diserahkan kepada beliau. Tetapi faktanya, istana-istana itu ditaklukkan setelah kewafatan beliau yaitu di masa Umar ra dan kuncinya jatuh ke tangan Umar. Jadi tangan Umar ra disebut sebagai tangan Rasulullah (saw) dalam nubuatan tersebut. Jadi, arti akhariin dalam kedua i’rab yaitu manshub atau majrur menunjukkan kedatangan seorang nabi di akhir zaman untuk membangkitkan kembali Islam dan keimanan, dan kemunculannya akan dianggap sebagai kedatangaan kedua kali Rasulullah saw, yaitu sebagai cerminannya.
Mujaddid [pembaru] abad ke-12, Shah Waliullah Muhaddis Dehlawi rh menyatakan bahwa status Nabi (saw) berada di atas nabi lainnya karena beliau akan muncul kembali dengan cara tertentu. (Hujjatullah al-Baligha, Bab Haqiqat-ul-Nubuwwah wa Khawasiha)
Menjelaskan ayat yang sedang dibahas ini, Allama Musa Jarullah menjelaskan:
“Makna ketiga [Surah al-Jumuah] ini adalah Allah lah yang mengutus seorang nabi di antara kaum yang buta huruf dari kalangan mereka dan Dia akan mengangkat seorang nabi di kalangan aakhariin [yang lain] dari kalangan mereka. Oleh karena itu, nabi dari setiap kelompok aakhariin berasal dari mereka dan semua nabi di antara kelompok ini adalah nabi Islam sebagaimana para nabi Bani Israel di antara umat Israil adalah para Nabi Taurat.” (Fi Huruf-e-Awailis Suwar, hal. 132, [Bait al-Hikmat])
Selain tafsir di atas, sebagian ulama berpendapat bahwa kata aakhariin mengabarkan berita masuknya orang-orang Persia ke dalam Islam sebagai muallaf di zaman Umar ra. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ini membawa kabar lahirnya Imam Abu Hanifah rh sebagian lagi menganggap Imam Bukhari (rh). Tetapi penafsiran ini tidak layak diterima karena penjelasan kata aakhariin oleh Rasulullah (saw) dalam hadits Bukhari di atas membantah itu semua karena disebutkan bahwa masa aakhariin adalah masa ketika iman akan sampai ke bintang Tsuraya dan hal itu pasti tidak terjadi di tiga abad Khairul Quruun (abad terbaik Islam).
Oleh karena itu, tidak mungkin hal itu terjadi di zaman Umar ra, maupun ketika lahirnya Imam Abu Hanifah (rh) atau Imam Bukhari (rh). Sesungguhnya kata aakhariin menunjuk pada masa seperti yang disabdakan Rasulullah saw:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Pasti akan datang kepada ummatku, sesuatu yang telah datang pada bani Israil seperti sejajarnya sandal dengan sandal, sehingga apabila di antara mereka (bani Israil) ada orang yang menggauli ibu kandungnya sendiri secara terang terangan maka pasti di antara ummatku ada yang melakukan demikian, sesungguhnya bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan, “para sahabat bertanya, ‘Siapakah mereka wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang benar-benar mengikuti dan para sahabatku.’ (Jami‘ al-Tirmidzi, Kitab al-Iman)
Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa seorang nabi akan muncul pada umat Muhammad (saw) dan rasul ini di dalam hadits-hadits disebut Nabi Isa dan Imam Mahdi. Namun karena para penentang hanya mempertanyakan ayat-ayat dalam Surah al-Jumuah yang disebutkan di awal, maka kami akan sampaikan kesimpulan dengan memaparkan penjelasan dari Almasih dan Mahdi di zaman ini, yang kedatangannya telah dinubuatkan dalam ayat-ayat di atas. Hazrat Masih Mau’ud as bersabda:
Dalam segala hal, kesempunaan petunjuk terjadi pada masa kedatangan Nabi Muhammad (saw) yang pertama, dan kesempurnaan dakwah (yaitu penyebaran risalahnya) terjadi pada masa kedatangan Nabi Muhammad (saw) yang kedua kali. Sebab ayat dalam Surah Al-Jumuah yang berbunyi, ‘dan kaum lain di antara mereka‘, menuntut supaya segolongan kaum lain juga harus bersiap untuk mendapat berkat dan bimbingan beliau. Dari sini jelas bahwa akan ada lagi kedatangan Nabi Muhammad (saw), dan kemunculan ini dalam bentuk manifestasi buruzi [refleksi rohani Nabi Muhammad saw] yang sedang terjadi di zaman ini.
Jadi, zaman ini adalah zaman ketika agama ini tersebar secara luas. Inilah sebabnya mengapa segala sarana komunikasi dan alat akan juga mencapai puncaknya. Ada banyak sekali penerbitan, mesin cetak yang banyak, dan setiap hari ada peningkatkan dan perkembangan dalam penerbitan dan percetakan. Ada juga penggunaan jasa kurir dan surat serta munculnya kantor pos, surat kawat, kereta api, pesawat terbang, dan penerbitan surat kabar – semua ini terhimpun untuk mengubah dunia menjadi desa global.
Dan sesungguhnya, kemajuan-kemajuan ini adalah untuk melayani Nabi Muhammad saw karena melalui [sarana-sarana ini] kebangkitan Islam yang sempurna, yaitu penyebaran dan penyampaian risalahnya secara menyeluruh, sedang terjadi. (Malfuzat, Vol. 4, hal 10)
Sumber: Al Hakam
Average Rating